Wuih hebat bener Indonesia sekarang..., karya dari ITB ini sampai masuk final kompetensi dunia.., salut gue., sama anak Indonesia sekarang., saya berharap Indonesia akan seperti ini dan lebih maju lagi di masa mendatang.
Berikut :
Tim Palapa II dari Himpunan Mahasiswa Elektroteknik Institut Teknologi Bandung memasang panel surya agar masyarakat sebuah desa di Garut, Jawa Barat, bisa hidup mandiri.
Proyek itu masuk dalam daftar 3 finalis kompetisi Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) Presidents' "Change the World". Lomba tersebut mengajak mahasiswa menerapkan teknologi untuk mengatasi masalah nyata di masyarakat.
Menurut koordinator teknis sel surya Tim Palapa II Ryan Triadhitama, mereka ingin membantu masalah ekonomi, kesehatan, dan pendidikan warga desa dengan memakai energi matahari. Lokasi yang dipilih berada di Kampung Babakan Palahan, Desa Mekarwangi, Kecamatan Cihurip, Kabupaten Garut, Jawa Barat. "Desa itu selama ini terisolir dan tidak ada listrik," katanya di kampus ITB, Selasa (11/5).
Informasi kondisi desa yang mulai dihuni sejak 1960-an itu didapat dari pedagang di warung kampus. Sejak 2008, mereka merintis pemasangan sel surya di sana. "Lamanya pemasangan karena kami awalnua kesulitan sponsor," ujar mahasiswa angkatan 2006 itu.
Proyek itu memakan dana tak kurang dari Rp 120 juta. Paling mahal untuk membeli 10 papan sel surya yang dipasang di atas atap dua masjid. Masing-masing papan berukuran 120 x 80 sentimeter. Sejak 10 April lalu, instalasi itu telah mantap bekerja untuk menghasilkan listrik 1.000 Watt.
Daya sebesar itu, kata Ryan, bukan untuk menerangi rumah warga yang selama ini gelap gulita. Alasannya agar penduduk tak hidup konsumtif. "Ketika kami tanya, mereka akan pasang TV dan lain-lain," ujarnya.
Alhasil, menurut staf distribusi listrik Kharisma Surya, setrum hanya mengalir untuk posyandu, rumah baca, mengumandangkan azan dari masjid, penerang jalan, serta inkubator dan penerang 4 kandang ayam bersama. Tujuannya agar 200 kepala keluarga di 4 rukun tetangga yang hidup bertani itu bisa mendapat penghasilan tambahan dari beternak dan bisa membiayai sendiri perawatan alat.
Panel surya itu bekerja mulai pukul 8 pagi hingga 3 sore. Listriknya secara keseluruhan bisa dipakai selama 8 jam. Menurut Ryan, mereka hanya merakit komponen yang diperlukan tanpa inovasi atau modifikasi. Peralatan panel surya itu mereka beli di berbagai toko di Bandung.
Mereka mengakui, harga teknologi tenaga surya ini lebih mahal 3 kali lipat dibanding pembangkit listrik tenaga air. Proyek tim Palapa I tahun lalu sukses menerangi desa tetangga di kecamatan Cihurip dengan turbin buatan sendiri. Tapi di kampung Babakan Palahan, pembangkit yang sama tak bisa diterapkan. "Sungai Cisangkuy di sini lebar sehingga sulit bikin bendungan," kata Ryan.
Rencananya, tim akan menyerahkan instalasi tenaga surya itu sepenuhnya kepada warga pada 19 Mei mendatang. Mereka kini telah memiliki 3 orang teknisi dan perawat panel dari warga desa sendiri agar peralatan awet dan terjaga.
Di babak 15 besar, pembangkit listrik tenaga surya itu bersaing dengan karya tim mahasiswa diantaranya dari Amerika Serikat, India, Inggris, Singapura, dan Srilanka. Acara pengumuman pemenang sekaligus pemberian hadiah akan dilakukan di Montreal, Kanada, pada 26 Juni mendatang. Hadiah uang bagi juara disiapkan sebesar 2.500, 5.000, dan 10.000 dollar Amerika.
Berikut :
Tim Palapa II dari Himpunan Mahasiswa Elektroteknik Institut Teknologi Bandung memasang panel surya agar masyarakat sebuah desa di Garut, Jawa Barat, bisa hidup mandiri.
Proyek itu masuk dalam daftar 3 finalis kompetisi Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) Presidents' "Change the World". Lomba tersebut mengajak mahasiswa menerapkan teknologi untuk mengatasi masalah nyata di masyarakat.
Menurut koordinator teknis sel surya Tim Palapa II Ryan Triadhitama, mereka ingin membantu masalah ekonomi, kesehatan, dan pendidikan warga desa dengan memakai energi matahari. Lokasi yang dipilih berada di Kampung Babakan Palahan, Desa Mekarwangi, Kecamatan Cihurip, Kabupaten Garut, Jawa Barat. "Desa itu selama ini terisolir dan tidak ada listrik," katanya di kampus ITB, Selasa (11/5).
Informasi kondisi desa yang mulai dihuni sejak 1960-an itu didapat dari pedagang di warung kampus. Sejak 2008, mereka merintis pemasangan sel surya di sana. "Lamanya pemasangan karena kami awalnua kesulitan sponsor," ujar mahasiswa angkatan 2006 itu.
Proyek itu memakan dana tak kurang dari Rp 120 juta. Paling mahal untuk membeli 10 papan sel surya yang dipasang di atas atap dua masjid. Masing-masing papan berukuran 120 x 80 sentimeter. Sejak 10 April lalu, instalasi itu telah mantap bekerja untuk menghasilkan listrik 1.000 Watt.
Daya sebesar itu, kata Ryan, bukan untuk menerangi rumah warga yang selama ini gelap gulita. Alasannya agar penduduk tak hidup konsumtif. "Ketika kami tanya, mereka akan pasang TV dan lain-lain," ujarnya.
Alhasil, menurut staf distribusi listrik Kharisma Surya, setrum hanya mengalir untuk posyandu, rumah baca, mengumandangkan azan dari masjid, penerang jalan, serta inkubator dan penerang 4 kandang ayam bersama. Tujuannya agar 200 kepala keluarga di 4 rukun tetangga yang hidup bertani itu bisa mendapat penghasilan tambahan dari beternak dan bisa membiayai sendiri perawatan alat.
Panel surya itu bekerja mulai pukul 8 pagi hingga 3 sore. Listriknya secara keseluruhan bisa dipakai selama 8 jam. Menurut Ryan, mereka hanya merakit komponen yang diperlukan tanpa inovasi atau modifikasi. Peralatan panel surya itu mereka beli di berbagai toko di Bandung.
Mereka mengakui, harga teknologi tenaga surya ini lebih mahal 3 kali lipat dibanding pembangkit listrik tenaga air. Proyek tim Palapa I tahun lalu sukses menerangi desa tetangga di kecamatan Cihurip dengan turbin buatan sendiri. Tapi di kampung Babakan Palahan, pembangkit yang sama tak bisa diterapkan. "Sungai Cisangkuy di sini lebar sehingga sulit bikin bendungan," kata Ryan.
Rencananya, tim akan menyerahkan instalasi tenaga surya itu sepenuhnya kepada warga pada 19 Mei mendatang. Mereka kini telah memiliki 3 orang teknisi dan perawat panel dari warga desa sendiri agar peralatan awet dan terjaga.
Di babak 15 besar, pembangkit listrik tenaga surya itu bersaing dengan karya tim mahasiswa diantaranya dari Amerika Serikat, India, Inggris, Singapura, dan Srilanka. Acara pengumuman pemenang sekaligus pemberian hadiah akan dilakukan di Montreal, Kanada, pada 26 Juni mendatang. Hadiah uang bagi juara disiapkan sebesar 2.500, 5.000, dan 10.000 dollar Amerika.
Artikel Terkait
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar